Masyarakat Didorong untuk Lebih Peduli terhadap Penyakit Langka Posted March 3, 2025 by Brahmastra Megasakti

0

Semarang – Kesadaran masyarakat mengenai penyakit langka masih perlu ditingkatkan mengingat dampaknya yang tidak hanya dirasakan oleh penyintas, tetapi juga keluarga mereka. Meskipun jarang terjadi, penyakit langka memiliki konsekuensi besar terhadap kualitas hidup penderitanya.

Ketua Yayasan Sindrome Cornelia Indonesia sekaligus anggota Komunitas Indonesia Rare Disorder, Koko Prabu, menekankan pentingnya pemahaman publik terhadap penyakit langka, khususnya yang disebabkan oleh mutasi genetik. Menurutnya, pengetahuan yang lebih luas dapat meningkatkan kepedulian serta dukungan bagi para penyintas.

“Mutasi genetik yang menjadi penyebab penyakit langka dapat diibaratkan seperti resep masakan yang mengalami kesalahan dalam penulisan. Setiap sel dalam tubuh memiliki kode genetik yang mengatur fungsinya. Jika terjadi mutasi, maka fungsi tubuh dapat terganggu,” ujar Koko Prabu dalam acara peringatan Rare Disease Day 2025 yang diadakan di Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) pada Kamis (27/2/2025).

Acara tersebut dihadiri oleh akademisi dan peneliti dari Community Genetics Research Center (ComGenRC) FK Undip, termasuk Prof. Dr. dr. Tri Indah Winarni, M.Si. Med., PA, dr. Nani Maharani, M.Si. Med., Ph.D., dan Dr. dr. Agustini Utari, Sp.A(K), M.Si. Med. Selain itu, hadir pula guru besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. dr. Gunadi, Sp.BA Subsp. DA(K), Ph.D.

Dalam kesempatan tersebut, Koko Prabu yang juga merupakan ayah dari Oyik, penyintas Cornelia de Lange Syndrome berusia 24 tahun, berbagi pengalaman mengenai tantangan yang dihadapi keluarga penyintas penyakit langka. Peringatan Hari Penyakit Langka yang biasanya jatuh pada 29 Februari diadakan lebih awal tahun ini, mengingat tanggal tersebut hanya muncul dalam tahun kabisat setiap empat tahun sekali.

Meningkatkan Kesadaran dan Dukungan bagi Penyintas

Hari Penyakit Langka diperingati untuk meningkatkan kesadaran global mengenai kondisi medis yang jarang terjadi namun berdampak signifikan. Kegiatan ini juga menjadi wadah berbagi informasi bagi peneliti, tenaga medis, dan keluarga penyintas.

Koko Prabu berharap pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan penyintas penyakit langka dengan kebijakan yang mendukung mereka. Ia menyoroti masih terbatasnya akses layanan kesehatan dan minimnya informasi terkait kondisi ini.

Sementara itu, Prof. Gunadi mengungkapkan bahwa sekitar 80 persen penyakit langka dipengaruhi oleh faktor genetika, meskipun faktor lingkungan, paparan radiasi, dan obat-obatan juga dapat berperan. Oleh karena itu, deteksi dini dan upaya pencegahan menjadi sangat penting.

“Penelitian lebih lanjut mengenai faktor lingkungan dalam mutasi genetik masih diperlukan. Dengan pemahaman yang lebih baik, pencegahan dan perawatan dapat dilakukan lebih efektif,” ujarnya.

Akses layanan kesehatan yang terbatas dan kurangnya tenaga medis yang memahami penyakit langka juga menjadi tantangan utama bagi para penyintas. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang lebih progresif guna mendukung penelitian, pengobatan, dan kesejahteraan mereka.

“Pemerintah dan institusi kesehatan harus berkolaborasi dalam menciptakan program yang dapat membantu meringankan beban para penyintas dan keluarganya,” tambahnya.

FK Undip Berperan dalam Penelitian Penyakit Langka

Universitas Diponegoro terus berupaya mendukung penelitian terkait penyakit langka. Prof. Tri Indah Winarni menegaskan bahwa kemajuan teknologi genetika membuka peluang baru dalam memahami dan menangani kondisi ini.

“Sejak 2004, ribuan pasien telah diteliti dan diperiksa di Center for Biomedical Research FK Undip untuk mencari solusi terbaik dalam penanganan penyakit langka,” ungkapnya.

Dr. Nani Maharani juga menyoroti pentingnya empati dari berbagai pihak terhadap penyintas. Menurutnya, banyak dari mereka yang bergantung pada orang lain seumur hidup, sehingga dukungan dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan.

“Kondisi penyintas sering kali memerlukan perawatan medis kompleks dan berkelanjutan. Banyak keluarga menghadapi tantangan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan medis anak mereka,” jelasnya.

Dengan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap penyakit langka, diharapkan perhatian dan dukungan terhadap penyintas semakin besar, sehingga mereka dapat memperoleh akses layanan kesehatan yang lebih baik dan menjalani kehidupan dengan lebih layak.

Leave a Comment